Selasa, 18 November 2014

BAB 3 ( PENGERTIAN-PENGERTIAN DASAR DALAM ILMU HUKUM )



A. Subjek Hukum
            Subjek hukum adalah segala sesuatu yang menurut hukum dapat menjadi pendukung ( dapat memeliki ) hak dan kewajiban. Subjek hukum ini, dalam kamus ilmu hukum disebut juga “ orang “ atau “pendukung hak dan kewajiban”. Adapun subjek hukum yang dikenal dalam ilmu hukum adalah manusia dan badan hukum.

1. Manusia ( natuurlijk person )  
        Menurut hukum adalah setiap orang yang mempunyai kedudukan yang sama, selaku pendukung hak dan kewajiban. Pada prinsipnya, orang sebagai subjek hukum dimulai sejak ia lahir dan berakhir setelah meninggal dunia. Namun, ada pengecualian menurut Pasal 2 KHUPerdata, bahwa bayi yang masih dalam kandungan ibunya dianggap telah lahir dan menjadi subjek hukum, apabila kepentingannya menghendaki ( dalam hal menerima pembagian warisan ). Apabila bayi tersebut lahir dalam keadaan meninggal dunia, menurut hukum ia dianggap tidak pernah ada, sehingga dia bukan subjek hukum. Golongan manusia yang tidak dapat menjadi subjek hukum ( personae miserabile ) tersebut, dalam arti tidak dapat melakukan perbuatan hukum dibidang keperdataan atau harta benda, adalah sebagai berikut;


  • Anak yang masih dibawah umur atau belum dewasa ( belum berusia 21 tahun ), dan belum kawin/nikah. Dalam peraturan perundang-undangan Indonesia, terdapat berbagai ketentuan usia minimal seorang untuk melakukan suatu perbuatan hukum atau memperoleh hak, yaitu sebagai berikut.

·         Pasal 330 KUHPerdata untuk dapat melakukan parbuatan hukum dibidang harta benda, usia 21 tahun atau telah menikah.
·         Pasal 7 ayat 1 undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan menetapkan bahwa untuk dapat melangsungkan perkawinan, usia 19 tahun bagi pria dan usia 16 tahun bagi wanita. Namun menurut pasal 6 ayat 1 “yang belum berusia 21 tahun harus mendapatkan izin dari orang tua atau walinya untuk melaksanakan perkawinan.
·         Pasal 45 KUHPidana, belum dapat dipidana seseorang yang belum berusia 16 tahun. Namun menurut pasal 46 KUHPidana, apabila juga akan dipidana hakim dapat memilih tiga keputusan.
·         Pasal 28 undang-undang nomor 3 tahun 1999 tentang pemilihan umum (pemilu). Hak seseorang untuk memilih adalah usia 17 tahun atau sudah/pernah menikah pada waktu pendaftaran pemilih.
·         Pasal 2 ayat 1 butir d PP nomor 44 tahun 1993 tentang kendaraan dan pengemudi, bahwa usia untuk memperoleh surat izin Mengemudi (SIM)

  • Orang dewasa yang berada dibawah pengampuan (curatele), disebabkan oleh sebagai berikut;
  1. Sakit ingatan: gila, orang dungu, penyakitan suka mencuri, khususnya penyakitnya.
  2. Pemabuk dan pemboros
  3. Isteri yang tunduk pada pasal 110 BW/KUH-Perdata. Namun berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) nomor 3 tahun 1963.

         Keberadaan suatu badan hukum, menurut teori ilmu hukum ditentukan oleh empat teori yang menjadi syarat suatu badan hukum agar tergolong sebagai subjek hukum, yaitu sebagai berikut;


Teori Fictie, yaitu badan hukum dianggap sama dengan manusia (orang) sebagai subjek hukum, dan hukum juga memberi hak dan kewajiban.
Teori kekayaan bertujuan, yaitu harta kekayaan dari suatu badan hukum mempunyai tujuan tertentu, dan harus terpisah dari harta kekayaan para pengurusnya atau anggotanya.
Teori pemilikan bersama, yaitu semua harta kekayaan badan hukum menjadi milik bersama para pengurusnya atau anggotanya.
Teori organ, yaitu badan hukum itu harus mempunyai organisasi atau alat ,untuk mengelola dan melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan.

B. Objek Hukum
            Objek hukum adalah “segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum, dan dapat menjadi objek dalam suatu hubungan hukum”. Menurut terminologi (istilah) ilmu hukum, objek hukum disebut pula “benda atau barang”, sedangkan benda atau barang menurut hukum adalah segala barang dan hak yang dapat dimiliki dan bernilai ekonomis dan dibedakan atas berikut ini.

1. Benda berwujud dan benda tidak berwujud (pasal 502 KUH-Perdata).
  • Benda yang berwujud yaitu segala sesuatu yang dapat dicapai atau dilihat dan diraba oleh panca indera. Contohnya rumah, meja, kuda, pohon kelapa, dan sebagainya.
  •  Benda tidak berwujud yaitu segala macam benda yang tidak berwujud, berupa segala macam hak yang melekat pada sautu benda. Contohnya hak cipta, ha katas merek, hak atas tanah, ha katas rumah, dan sebagainya.
2. Benda bergerak dan benda tidak bergerak (pasal 504 KUH-Perdata)
A.benda bergerak yaitu setiap benda yang benda bergerak, karena 
o   Sifatnya dapat bergerak sendiri, seperti hewan
o   Dapat dipindahkan seperti kursi, meja, sepatu, buku dan sebagainya
o   Benda bergerak karena penetapan ketentuan undang-undang, yaitu hak pakai atas tanah dan rumah, hak sero, hak bunga yang dijanjikan, dan sebagainya.

B. Benda tidak bergerak yaitu setiap benda yang tidak dapat bergerak sendiri atau  tidak dapat dipindahkan, karena;
o   Sifatnya yang tidak bergerak
o   Menurut tujuan
o   Penetapan undang-undangan yaitu ha katas benda tidak bergerak dan kapal yang tonasenya / beratnya 20 M3.

Urgensi pembedaan atas “benda bergerak” dan “benda tidak bergerak” yang diberikan oleh hukum adalah dalam kaitanya dengan pengalihan hak, yaitu terhadap benda bergerak, cukup dilakukan dengan penyerahan langsung saja. Sedangkan benda tidak bergerak, penyerahanya dilakukan dengan surat atau akta balik nama.

C. Hak dan Kewajiban
            Manusia menurut kodratnya, memiliki hak dan kewajiban atas sesuatu dalam menjalani kehidupan sosialnya dengan manusia lain. Tidak seorang pun manusia yang tidak mempunyai hal (pasal 13 KUHPerdata). Jadi “hak” pada pihak suatu berakibat timbulnya “kewajiban” pada pihak lain untuk menghormati hak tersebut. Seseorang tidak boleh menggunakan hak nya secara bebas, sehingga menimbulkan kerugian atau rasa tidak enak kepada orang lain.
            Untuknya terjadinya “hak dan kewajiban”, diperlukan suatu “peristiwa” yang oleh hukum dihubungkan sebagai suatu akibat. Artinya, hak seseorang yang terhadap sesuatu benda mengakibatkan timbulnya kewajiban pada orang lain, yaitu menghormati dan tidak boleh mengganggu hak tersebut.




1. Hak

            Dalam kepustakaan ilmu hukum, dikenal dua teori atau ajaran untuk menjelaskan keberadaan hak, yaitu sebagai berikut;
A. Belanggen Theorie (teori kepentingan)  
     Menyatakan, bahwa hak adalah kepentingan yang terlindung. Salah seorang penganutnya adalah Rudolf von Jhering, yang berpendapat bahwa “hak itu sesuatu yang penting bagi seseorang yang dilindungi oleh hukum, atau sesuatu kepentingan yang terlindungi.

B. Wilsmacht Theorie (teory kehendak)
     Hak adalah kehendak yang diperlengkapi dengan kekuatan. Bernhard Winscheid merupakan salah satu penganutnya yang menyatakan, bahwa “hak itu suatu kehendak yang diperlengkapi dengan kekuatan dan diberi oleh tata tertib hukum kepada seseorang.
            Selain kedua teori diatas, dikenal pula “teori fungsi sosial” yang dikemukakan oleh Leon du Guit (van Apeldoorn, 1985: 221) yang mengatakan sebagai berikut
“Tidak ada seorang manusia pun yang mempunyai hak. Sebaliknya, di dalam masyarakat, bagi manusia hanya ada tugas sosail. Tata tertib hukum tidak didasarkan atas hak kebebasan manusia, tetapi atas tugas sosial yang harus dijalankan oleh anggota masyarakat”.
            Selain pengertian-pengertian tentang hak diatas, dalam ilmu hukum dikenal pula istilah misbruik van recht, yaitu penyalahgunaan hak yang dianggap terjadi apabila seseorang menggunakan hak nya bertentangan dengan tujuan kemasyarakatan.
            Misalnya, kasus yang terkenal di perancis pada tahun 1855 yang disebut “kasus cerobong asap”, sehingga tetangga yang ada dibelakang rumahnya terhalang pemandanganya untuk melihat keindahan laut. Tetangga yang  terhalang penglihatanya melakukan gugatan kepengadilan agar cerobong asap dibongkar.
Peristiwa diatas menunjukan, bahwa meskipun seseorang diberi perlindungan oleh hukum terhadap “haknya” dan bebas memanfaatkanya, tetapi kebebasaan memanfaatkan hak tidak boleh mengganggu hak orang lain. Diatas pemanfaatan suatu hak, terdapat kewajiban untuk menghargai hak orang lain.

2. Kewajiban
          Kewajiban sesungguhnya merupakan beban yang diberikan oleh hukum kepada orang atau badan hukum (subjek hukum), misalnya kewajiban seseorang atau badan hukum membayar pajak dan lahirnya karna ketentuan undang-udang. Kewajiban dalam teori ilmu hukum menurut Curson (Satjipto Rahardjo, 1982:100-101) secara umum dibedakan atas 3 golongan sebagai berikut.
         A. Kewajiban mutlak dan kewajiban nisbi
                   o   Kewajiban mutlak, adalah kewajiban yang tiidak mempunyai pasangan hak.                    o   Kewajiban nisbi, adalah kewajiban yang disertai dengan adanya hak.
         B. Kewajiban publik dan kewajiban perdata
                   o   Kewajiban publik, yaitu kewajiban yang berkolerasi dengan hak-hak publik.
                   o    Kewajiban perdata, yaitu kewajiban yangberkolerasi dengan hak-hak perdata.
         C. Kewajiban positif dan kewajiban negative 
                   o    Kewajiban positif, yaitu kewajiban yang menghendaki suatu perbuatan positif.
                   o    Kewajiban negative, yaitu kewajiban menghendaki untuk tidak melakukan sesuatu.

3. Peristiwa Hukum
            Peristiwa hukum adalah semua kejadian atau fakta yang terjadi dalam kehidupan masyarakat yang mempunyai akibat hukum. Misalnya peristiwa perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita yang menimbulkan akibat-akibat hukum (diatur oleh hukum). Di lain pihak, Satjipto Rahardjo (1986: 74) mengartika peristiwa hukum sebagai suatu kejadian dalam masyarakat yang menggerakan suatu peraturan hukum tertentu, sehingga ketentuan yang tercantum didalm nya lalu diwujudkan. Kata “menggerakan hukum” diartika sebagai timbulnya kelanjutan-kelanjutan.
            Adanya peristiwa hukum menyebabkan hukum akan bergerak untuk menyelesaikan masalah yang timbul. Peristiwa hukum dibedakan atas dua jenis, yaitu sebagai berikut:
ð  Peristiwa hukum karena perbuatan subjek hukum, yaitu suatu peristiwa hukum yang terjadi karena akibat perbuatan hukum.
ð  Peristiwa hukum yang bukan perbuatan subjek hukum atau peristiwa hukum lainya, yaitu peristiwa hukum yang terjadi dalam masyarakat yang bukan merupakan akibat dari perbuatan subjek hukum.

4. Perbuatan melawan hukum (onrechmatigedaad)
            Rumusan pengertian dan pelaksanaan “perbuatan melawan hukum” sebelum dan sesudah tahun 1919 (Arrest hoge raad Belanda) tanggal 19 desember 1919 adalah sebagai berikut.

A. Sebelum taun 1919, perbuatan melawan hukum itu terjadi, apabila perbuatan itu bertentangan dengan hukum tertulis (UU) hanya dalam:
o   Melanggar hak orang lain yang diakui UU, atau melanggar ketentuan hukum tertulis saja.
o   Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku.

B. Sesudah tahun 1919, yaitu setelah keluarnya Arrest (putusan) Hoge Raad (Mahkamah Agung) Belanda pada tanggal 31 desember 1919, memutuskan bahwa suatu perbuatan digolongkan melawan hukum, apabila:
o    Setiap perbuataan atau kealpaan yang menimbulkan pelanggaran terhadap hak orang lain, atau bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku.
o     Melanggar baik terhadap kesusilaan maupun terhadap keseksamaan yang layak dalam pergaulan masyarakat terhadap orang lain atau benda orang lain.


5. Perbuatan dan Akibat Hukum
            Perbuatan hukum adalah setiap perbuatan atau tindakan subjek hukum yang mempunyai akibat hukum, dan akibat hukum itu memang dikhendaki oleh subjek hukum. Perbuatan hukum terdiri atas dua jenis, yaitu:
o   Perbuatan hukum bersegi satu, perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu pihak saja.
o   Perbuatan hukum bersegi dua, perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih.
Perbuata melawan hukum adalah suatu perbuatan oleh subjek hukumdan akibat hukumnya tidak dihekendaki. Hal yang membedakan antara “perbuatan hukum” dengan “perbuatan melawan hukum” adalah pada akibat hukumanya, dimana perbuatan hukum, akibat hukumanya dikehendaki oleh subjek hukum, sedangkan pada perbuatan melawan hukum, akibat hukumanya tidak dikehendaki oleh subjek hukum.
            Akibat hukum berupa sanksi, yang tidak dikehendaki oleh subjek hukum (perbuatan melawan hukum). Sanksi dar.i suatu akibat hukum bersadarkan pada lapangan hukum, dibedekaan pula atas yaitu:
A) Sanksi hukum bidang hukum publik pidana (publik) yang diatur didalam pasal 10 KUH-Pidana.
Pertama, hukuman pokok berupa hukuman mati, hukuman penjara, hukuman kurungan, dan hukuman denda. Kedua, hukuman tambahan, berupa pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu dan pengumuman keputusan hakim.

B) Sanksi hukum dibidang hukum privat (perdata) terdiri atas dua jenis.
         Melakukan perbuatan melawan hukum ( onrecht matigedaad), diatur dalam pasal 1365 KHUPerdata adalah suatu perbuatan seseorang yang mengakibatkan kerugian terhadap orang lain yang sebelumnya tidak diperjanjikan, sehingga ia diwajibkan mengganti kerugian.         
      Melakuka wanprestasi (diatur dalam pasal 1366 KUHPerdata), yaitu akibat kelalaian seseorang tidak melaksankan kewajibanya pada waktunya, atau tidak dilakukan secara layak sesuai pejanjian, sehingga ia dapat dituntut memenuhi kewajibanya bersama keuntungan yang dapat diperoleh atas lewatnya batas waktu tersebut.

Kemudian, hukuman dalam arti luas (Soerjono Soekanto, 1989) juga dibedakan atas tiga jenis yaitu:
·         Hukum perdata = ganti rugi, efeknya menyangkut kedua belah pihak.
·         Hukum administratif = hukum yang berhadapan dengan Negara.
·         Hukum pidana = tidak ada pengambilan sesuatu, tidak ada ganti rugi. bisa berupa hukuman, siksaan, hukuman mati, penjara, dan hukuman kurungan

          SUMBER : Prof.Dr.Marwan Mas,S.H.,M.H

0 komentar:

Posting Komentar